BI Naikkan Suku Bunga, Rupiah Pangkas Pelemahan Lawan Dolar

Berita10 Dilihat

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunganya.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah secara cepat merespon hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) dengan berada di angka Rp15.820/US$ bahkan sempat kembali ke level psikologis Rp15.800/US$. Respon tersebut terjadi di tengah pelemahan rupiah pada hari ini (19/20/2023) yang sempat menyentuh titik terlemahnya yakni Rp15.853/US$.

Pada penutupan perdagangan hari ini, rupiah ditutup di angka Rp15.810/US$ atau melemah 0,54% jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan kemarin (18/10/2023) yang juga terdepresiasi 0,10%. Alhasil, rupiah telah melemah dua hari beruntun.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14.56 WIB justru hanya menguat tipis sebesar 0,02% menjadi 106,58%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan penutupan perdagangan kemarin (18/10/2023) yang berada di angka 106,56.



Hari ini, BI memutuskan suku bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate (BI7DRR) naik menjadi 6%. Suku bunga Deposit Facility juga naik menjadi 5,25% dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75%.

“Kenaikan ini untuk memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak mengingat tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk mitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor atau imported inflation sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3 plus minus 1% pada 2023 dan 2,5 plus minus 1% pada 2024,” papar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (19/10/2023)

Keputusan ini berbeda dengan proyeksi pelaku pasar yang memperkirakan bank sentral RI tersebut masih akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%.

Baca Juga  nilai tukar mata uang di Bogor ampuh

Salah satu alasan kenaikan suku bunga BI hari ini, yakni tensi geopolitik yang meningkat sehingga membuat harga minyak masih cukup tinggi hingga harga pangan yang tinggi. Alhasil inflasi cukup sulit untuk diturunkan sehingga suku bunga perlu ditingkatkan.

Tidak hanya menaikkan suku bunga, BI juga akan merilis instrumen investasi baru di pertengahan November 2023 yakni Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Hal ini ditujukan agar dapat menarik modal asing ke Indonesia yang pro market selain Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Polling yang dilakukan CNBC Indonesia terhadap 14 instansi/lembaga, 13 di antaranya berekspektasi bahwa BI akan menahan suku bunganya, sementara satu lembaga memperkirakan kenaikan suku bunga sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6,0%.

Hal ini sejalan dengan proyeksi Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro yang memperkirakan BI akan mengerek suku bunga acuan pada bulan ini untuk menopang kinerja rupiah.

Menurutnya, BI perlu instrumen suku bunga dan tidak bisa mengandalkan intervensi untuk menahan jatuhnya rupiah. Terlebih, cadangan devisa (cadev) sudah terkuras sekitar US$10,3 miliar dalam enam bulan dari US$ 145,2 miliar pada Maret 2023 menjadi US$134,9 miliar pada September 2023.

Lebih lanjut, hal ini juga senada dengan Ekonom CNBC Indonesia, Anggito Abimanyu, mengatakan BI sudah saatnya menaikkan suku bunga untuk memukul spekulan dan menegaskan kehadiran mereka di pasar keuangan Indonesia.

“Sebagai bank sentral BI harus berani mengambil tindakan termasuk dengan menaikkan suku bunga. Saya kira saatnya BI memukul spekulan,” ujar Anggito dalam dalam Squawk Box, CNBC Indonesia (Senin, 16/10/2023).

Anggito mengingatkan ekonomi Indonesia lebih menggantungkan ekonominya pada konsumsi sehingga kenaikan suku bunga sebesar 25 bps tidak akan terlalu berdampak kepada ekonomi.

Baca Juga  Anjlok Lagi! Rupiah Sentuh Rp 15.700 Per Dolar AS

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Breaking News: Rupiah Anjlok & Tembus Level Rp 15.000/USD

(rev/rev)


Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *